Fenomena Unik Penanganan Masalah di Jabar

Dalam penangan masalah di Jawa Barat ditemukan fenomena unik untuk dijadikan pembelajaran.

Dalam upaya penanganan pengaduan dan masalah, Provinsi Jawa Barat memegang rekor pengumpul jumlah masalah paling banyak di antara provinsi lainnya. Per Juni 2010, di provinsi ini terdapat 76 kasus, dimana 75 diantaranya adalah kasus penyimpangan dana. Meski demikian, dari kacamata program, hal tersebut tidak serta merta dikatakan buruk. Terlebih bila dilihat dari bagaimana masalah tersebut muncul dan upaya penanganannya.

Ditemukan atau dilaporkannya masalah dalam pelaksanaan program menunjukkan masyarakat dan pelaku program berupaya menjalankan kegiatan dengan mengikuti asas, prinsip dan aturan yang ditetapkan. Masyarakat mulai kritis. Dari masalah tersebut, masyarakat dan pelaku program, sama-sama memperoleh pembelajaran. Bagaimana pun, program ini harus dijalankan dengan baik. Memang lebih baik bila tidak ditemukan masalah.

Berdasarkan pengamatan Unit Penanganan Pengaduan dan Masalah (PPM) PNPM Mandiri Perdesaan, penanganan masalah yang dilakukan di Provinsi Jawa Barat sangat mengedepankan asas Dari, Oleh, dan Untuk Masyarakat (DOUM). Seluruh upaya penanganan masalah berawal dari kemauan dan kesadaran masyarakat, ditangani dan dipecahkan bersama untuk kepentingan mereka. Dari 76 kasus tersebut, 68 diantaranya diselesaikan oleh masyarakat. Jadi, hanya delapan kasus yang ditangani melalui jalur hukum formal.

Kenyataan tersebut sangat menggembirakan. Pilihan utama penanganan masalah tetap diupayakan melalui jalur non-litigasi, sebagaimana yang dianjurkan oleh program. Disamping itu, meski telah dilimpahkan ke jalur hukum, ternyata masyarakat tidak lepas tangan. Mereka tetap mengadvokasi penyelesaian masalah tersebut hingga membuahkan hasil. Dengan peran serta aktif masyarakat, empat kasus sudah mendapat keputusan hukum.

Salah satu kasus yang disidangkan dan mendapat keputusan hukum berkat advokasi masyarakat adalah kasus penyimpangan dana di Kec. Ibun, Kab. Bandung, Jawa Barat, yang melibatkan sejumlah Ketua Kelompok dan kolektor hingga sebesar Rp 209.789.679. Salah satu pelaku telah dipenjara melalui Putusan Tetap Pengadilan, meski rantai prosesnya cukup panjang.

Proses dimulai ketika ditemukan tunggakan pinjaman di 13 kelompok pada Januari 2008. Setelah ditelusuri, ternyata tunggakan itu dikarenakan Ketua kelompok dan kolektor tidak menyetorkan dana pengembalian dari 13 kelompok tersebut kepada UPK. Jumlah kolektornya sebanyak 21 orang. Para pelaku mengaku telah menggunakan dana tersebut. Warga pun segera menggelar Musyawarah Antar Desa (MAD) Khusus untuk mencari solusi. Forum MAD meminta pelaku mengembalikan dana sampai Mei 2008.

Tidak hanya itu, Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Kec. Ibun pun meminta pelaku membuat Surat Pernyataan dan ditindaklanjuti dengan Surat Perjanjian. Namun kemajuan pengembalian dana yang diselewengkan ternyata kurang signifikan. Sampai November 2008, hanya enam pelaku yang menyelesaikan dana. Ada salah satu pelaku bernama Erlan, ternyata tidak membayar. Warga pun kembali melakukan muyawarah dan sepakat membawa masalah ini ke kejaksaan. Pada Desember 2008, masalah sudah masuk ke Pengadilan. Berkat dorongan Fasilitator, BKAD dan masyarakat, proses Pengadilan pun berjalan cepat. Pelaku akhirnya divonis hukuman 1 tahun penjara pada Maret 2009.

Hal itu menjadi shock terapy bagi pelaku lain dan siapapun yang mencoba melakukan kecurangan atau penyimpangan dana program. Kini, pelaku lainnya mulai mengembalikan dana yang diselewengkan. Mereka mencicilnya kepada UPK. Dukungan masyarakat dalam upaya pengawasan pelaksanaan kegiatan dan penanganan masalah perlu terus dilakukan. Selain dapat mempercepat upaya penyelesaian masalah, dukungan masyarakat pun memberi energi bagi pelaku program di lapangan untuk lebih percaya diri dalam menangani masalah.


Sumber : http://pnpmmpgorontalo.wordpress.com/category/02-artikel/

0 komentar:

Posting Komentar